Minggu, 24 Agustus 2014

Cerpen ciptaanku : Sajak Layu dari Getaran Sendu



Sajak Layu dari Getaran Sendu

                Hari ini perempatan jalan memulai harinya untuk bekerja menjadi kuli angkut, mentari memulai untuk membuka hari gelap yang tidak akan menghembuskan pertikaian antara keruncingan, bumi mulai menguap puas setelah merasakan hari kemarin telah terbuka menjadi hari baru. Akupun juga akan menderapkan perjalananku dalam suatu keadaan yang diam membisu.
“Hei, kamu, iya kamu”
Aku merasa bahwa ada getaran yang ingin mengajakku bertikai pada hari ini, dari semburat khayalan itu aku berharap takkan jadi nyata.
“Kamu orang yang selalu memendam hati semu dan hanya bisa membaca hati mereka yang sekedar palsu”
“Kamu dimana?”
“Aku di depanmu, waktu yang menunjukkan pukul 5 itu yang hanya bisa berdiam diri, tapi sesungguhnya setiap detik yang kujalani, itu adalah curahan hatimu selama ini untukku”
Suara itu adalah suara waktuku yang selama ini hanya bisa kubuang untuk hal yang tidak pasti, seraya suatu kecupan mesra dari langkahnya telah berkata kepadaku.
            “Apakah kamu hanya bisa merasakannya? Dua hal yang hanya bisa berikan duka, sampai kau datang dan pulang kembali pada waktu yang berbeda sehingga itu hanya percuma, maka kau membuangku, membuang aku dengan tanpa bersalah. Peluit hitamku telah berkata sudahlah jalan terbaikmu itu di dasaran, tapi kau tetap saja mengelak hanya karena kau merasa bisa selalu bersama seperti sepasang sepatu”
Aku merasa bahwa ini memang ditujukan kepadaku, aku yang memang sudah menggali dalam akan tetap mewabah dan mengeruk kepingannya dari pertigaan jalan ataupun perempatan jalan, namun aku menjawab kepada waktu
            “Iya, aku dan dia memang seperti sepatu, terus bersama dan berjalan baik saat banjir melanda ataupun kekeringan tiba. Aku dan dia juga seperti air dan hujan yang setiap hujan dapat dikatakan itulah air yang menjadi pemeran utamanya, dan aku dan dia juga seperti air dan api yang selalu di sejajarkan dalam dua hal paling, yaitu paling panas dan paling dingin oleh karena itu kita saling melengkapi”
Sudah 5 menit perdebatan kata terakhirku aku ucapkan. Namun, sepatah katapun tidak di perdengarkan olehnya padaku.
            “Mungkin kecongkakan waktu telah letih dan akhirnya dia berbelok kejalan yang lain” pikirku.
5 jam kutunggu tapi hasilnya hanya sebatas pengangguran. Kata-kata itu palsu dan hanya bisa membuat setiap orang menjadi lemah karena perkataannya. Tapi aku mulai penasaran juga, kemana perginya waktu? Meskipun aku belum pernah mengerti waktu, tapi waktu mulai berarti di hatiku. Ahhh, tidak. Hanya dia yang berarti di setiap jiwaku. Bukannya waktu dan bahkan bukan yang lainnya. Aku melihat gumpalan awan yang indah di waktu ini, awan itu membentuk gambar yang setiap gambarnya memberikan getaran rindu. Namun kemudian, hujan datang dan menghapus semua keindahan yang terlukis pada langit itu. Aku bergumam dalam hati
            “Kenapa harus hujan? Rindu itu sudah punah”
5 menit setelah itu mengambil makanan untuk kuberi makan ikan-ikan kecilku, kuhitung ikan itu matanya 2, siripnya 2, bibirnya 2, lubang hidungnya 2 tapi ekornya 1.aku berfikir
            “Kenapa Tuhan menciptakan ekor ikan hanya 1? Sementara yang lain tubuhnya 2. Memang di bumi ini banyak teka-teki unik yang perlu dipermainkan, mulai dari segitiga bermuda di samudra, kemudian teka-teki kehidupan dilapisan paling bawah galaxy, jerapah yang kesulitan menjangkau makanan di atas tanah dan kangguru yang sulit mengambil makanan yang paling atas sampai teka-teki takdir pada garis tangan yang memang sulit dijabarkan meskipun dengan rumus logaritma aljabar ataupun rumus linear sekalipun”
Aku berlatih pada hal yang selalu berjalan dan tidak pernah berhenti, itulah kaitannya pada waktu. Aku teringat kembali pada waktu, sudah 5 hari waktu itu tidak membicarakan perkataan pada topik kemarin. Sebuah plastik dibalut oleh kelapa, mungkin dia malu untuk berkata. Apa tau dia soal cinta? Cinta manusia saja tidak urut, apalagi cinta soal masalah keluarganya, ohh iyaa, keluarga sajapun dia tak punya.
            Aku menatap air dan mengajaknya berbicara
            “hai air, apa kamu tidak bosan? Hanya bisa berdiam diri dan tidak bisa merasakan terbang, kau hanya bisa berlenggak lenggok kesana kemari saja tanpa mengetahui tujuanmu kemana”
Airpun kelihatannya mulai memperlihatkan jawabannya
            “Bosan? Kenapa aku bosan? Memang aku hanya bisa berdiam diri disini, sehingga apabila nyawa hidup membutuhkanku aku senantiasa ada untuknya tanpa mereka harus sibuk mencari aku kesana kemari. Memang aku tidak bisa terbang, sehingga aku terlihat minim bakat olehmu, tapi asal kamu tahu, apabila aku bisa terbang, mungkin aku akan terbang pffergi ketika aku di masak oleh kalian untuk persembahan minum, mungkin aku akan terbang pergi ketika aku digunakan untuk menyiram tanah yang busuk dipenuhi pupuk itu. Dan aku memang hanya bisa berlenggak lenggok kesana kemari saja disini, tapi aku bahagia karena ikan sudah menggunakanku untuk tempat hidupnya, tidak hanya ikan banyak juga kerang, lumut, bintang laut, kepiting yang hidup untuk memilih kepadaku”
Aku terhenyak diam seribu bahasa menggrutupun untuk apa? Si air benar, dia memang ciptaan Tuhan yang sangat baik dan mulia.
5 hari telah berlalu kembali, heningan waktu mulai berkata kembali terdengar ditelingaku.
            “Apa kamu masih ingat denganku? Aku waktu yang selalu kamu salahkan”
            “Hei, kemana saja kamu? Dasar benda tak tahu diri, pergi begitu saja dan tidak bertanggung jawab! Mengapa suaramu justru malah bahagia? Apa kamu sengaja mengadakan ujian ini? Dasar waktu, benda sok tahu yang hanya bisa berkomentar palsu”
            “Sudah cukupkah cercaan kamu untukku? Sekarang dengarlah dengan hatimu, 5 tambah 5 hari yang lalu aku menepi di puncak kedamaian, bertekat untuk menghentikan hal berbau kesedihan, tapi perahuku karam di pertengahan suasana dan terhantam disana. Aku bercucuran susah demi mencapai kedamaian itu. Aku rela menyerbu piranha di gelombang cadas demi mencari impian itu”
            “Lalu apa jawabanmu? Aku tidak bertanya tentang semua itu”
Waktu tetap meneruskan perkataannya tanpa perduli pertanyaanku
            “Setelah cobaan itu masih kutempa, ternyata aku tidak menemukan ruasnya. Tujuan itu hanyut bersama kapalku yang karam. Baik, apabila kamu tidak mengerti ucapanku. Akan kukatakan kepadamu kalimat-kalimat terakhir ini. Apa kamu tidak sadar? Sepatu memang selalu bersama-sama tetapi apakah mereka dapat bersatu? Mereka hanya dapat selalu bersama,tetapi apabila bila disuruh bersatu, sampai kapanpun tidak akan pernah bisa. Dan apakah kamu sadar? Bahwa air dan hujan itu sesungguhnya menandakan langit yang telah menangis, dan ingatkah waktu kamu melihat awan terlukis kemudian 5 menit setelahnya terjadi hujan? Kamu sebal denga rasa tidak karuan. Dan sadarkah kamu akan makna air dan api? Air dan api memang saling melengkapi, tapi apakah dengan saling melengkapi saja sudah cukup? Bahwa sesungguhnya api bisa pergi apabila disatukan dengan air”
Setelah hari-hari itu waktu usai berkata, aku selalu berfikir, kata waktu memang benar dan waktu memang benar, ketika waktu melilit dirinya untuk pergi. Aku justru merasakan bahwa waktu adalah suatu hal yang begitu memperdulikanku dibanding dia. aku kini mengerti bahwa “Suatu hal yang tidak pernah dilihat dan selalu kita campakkan, mungkin dia adalah ciptaan terbaik untuk kita”
            5 hari berlalu, kini aku sadar bahwa memang bahasa cinta adalah bahasa yang abstrak, bahasa yang hanya akan bisa dimengerti oleh mereka yang peka dan mengenal apa itu cinta. Mereka yang menyadari hakikat cinta. Sesungguhnya aku bisa mengerti bahwa cinta di garis tanganku selama ini adalah waktu. Waktu yang bersahabat dengan semua hal. Rasakan ketika ku dengan dia, dia menampis sajapun tak bisa. Apakah oersembahan ini adalah sebuah asumsi yang dikatakan palsu oleh waktu? Aku menyesal, rakitku ketinggalan sampannya. Aku menyesal telah membuang-buang waktu bersama dia yang hanya bisa membuat terluka.














Jangan mempertahankan cinta yang tak pasti yang sebenarnya kamu sudah menemukan cintamu yang pasti
Seseorang yang tidak kamu anggap lebih, sesungguhnya dia adalah orang yang sangat perduli kepadamu, maka jangan pandang dia sebelah mata.

Kamis, 14 Agustus 2014

Waktu singkat dari berjuta waktu

Kata semua warga di jagat ini
cinta dijadikannya hiasan album pada gambar pedang
cinta dijadikannya lampion saat semua ditelan malam
cinta dijadikannya suatu api saat berada di hamparan gurun yang panas
tapi apakah cinta mengerti bagaimana posisi kita?
apakah cinta mengerti bagaimana kita membasmi kedukaan di sari?
cinta tak semanis jantung pisang
cinta tak sepahit madu
cinta hanya butuh waktu untuk kebingungan
disana kita y6ang merasa bijak diatas bumi yang telah tersandera mati
cinta butuh pengakuan tapi tidak untuk kami
sebagai kaum wanita yang hanya bisa menunggu pada kepastian
menunggu akan penantian
cinta busuk itu hanya saja kita yang terlalu berharap
tapi serakahkah kami yang hanya bisa merasa ingin dan ingin?
sementara kita hanya memiliki waktu yang singkat untuk bercerita
dari berjuta waktu
dari beribu cerita
dari beratus dunia
dan dari berpuluh samudera