3 metamorfosis
Saat aku menyadari semuanya, aku dapat menarik
suatu kesimpulan minimalis, yaitu “sabar”, karena ketika kau sabar, kita tidak
akan terjatuh saat salah satu penyangga retak, karena ketika kau sabar, kita
tidak akan meruntuhkan tanah pada tebing diagonal posisi vertikal yang dikala
sabar itu kita menyadari bahwa diatas tebing yang curam itu, ada pemandangan
indah dibawahnya yang dapat kita lihat dari sana, baik dari ufuk timur, maupun
ufuk barat. Saat sabar mulai berjalan, aku hanya dapat menerka apakah sabarku
akan makan bambu di antartika sana? Atau sabarku akan menamcapkan kembali bunga
sakura yang terjatuh di wilayah Jepang. Mungkin justru tidak keduanya, mungkin
malah sabarku akan seperti batang-batang yang terlipat kedalam, karena berkhasiat
bagi semut untuk menaikinya ke atas sana. Tapi yang digarisbawahi pada judul
kesabaran kita adalah, apakah orang lain akan meremehkan kesabaran kita? Dalam
artian akan terus menginjak-injak kita dikala kita sabar atas perlakuannya?
Malamku telah menjadi sampul belakang di kisah
hari-hariku, siangku telah menjadi sampul depan di kisah hari-hariku dan itu
akan tergelincir terus menerus dan tidak mengulur semua waktu yang perlu untuk
diulur, tidak mencampakkan waktu yang perlu dicampakkan. Saat semua harapanku
mengedepankanku seperti dadu, maka semua harapanku akan terfokus pada angka
dadu yang diinginkannya, sehingga mereka akan mencampakkan yang lainnya. Semua
datang tiba-tiba, ketika usiaku beranjak dewasa, ketika alisku mulai dapat
kutata dan ketika bulu badanku mulai kucukur rata. Semua itu adalah dewasaku
yang terlalu muluk karena sesungguhnya dewasaku hanya akan membutuhkan daun
disetiap tangkainya agar dapat melindungiku tetapi dia tetap memperlihatkanku
pada bentuk keaslianku, bentuk keaslianku yang apa adanya. Rumputku mulai hijau
karena mereka sebelumnya belum kupertemukan dengan air, tapi sekarang sudah.
Sekian lama waktuku kutunggu untuk menungguk tumbuhanku tiba di peraduanku.
Dengan menyimak segala bentuk pembobotan, pembibitan, Pembebetannya. Sehingga
tidak kecewa seperti dulu.
Saat aku hanya dan masih bisa
bermain handphone sony ericson tipe biru biru lama yang hanya memiliki suara
orchestra. Aku bertemu dengan satu pria jantan di wetan pasar dekat rumah, yang
dulu dekat kecamatan tepatnya sebelum kecamatan pindah di samping KUD, aku
yakin dia jodohku, setiap aku ada diapun ada. Setiap dia membeli permen akupun
dibelikannya, laksana romeo juliet junior. Sampai pada pertengahan perkenalan
dia membawakanku ketika hujan deras. Dan dia membawakanku cincin 500-an yang
dibelinya di warung timur rumahku. Dia mengucapkan kata unik
“maukah kamu menikah
denganku? Will you meres mi? (wajar masih SD
jadi bahasa inggrisnya belum lancar)”
Aku
melongo nganga, aku sempat berfikir bahwa aku yang sekolah SD kelas 6 itu sudah
dewasa, sudah bisa menikah, sudah bisa bekerja meskipun hanya jadi dokter.
Bagiku dulu, jadi dokter itu mudah, hanya tinggal memakai stetoskop diletakkan
di dada pasien sudah bisa jadi dokter tanpa harus repot-repot. Beda jika
menjadi pedangang nasi pecel, setiap pagi harus mengulek sambalnya di batu
besar yang super berat, bangun subuh untuk ngedang nasinya, terus dilanjutkan
untuk dijajakan ke pasar. Jadi bagiku dulu, cita-cita yang tertinggi yang
paling sulit diraih itu adalah “Penjual pecel”. Aku pulang dan mengatakannya
pada bapak dan emakku
“mak, aku mau menikah!”
“karo siapa? Anakmu mangan opo?
“sama Joko! Aku dilamar”
Emakku
malah tertawa, karena aku benci hanya ditertawakan, maka aku bilang
“yaudahlah kalau tidak percaya. Aku
pergi ke masjid untuk menikah!”
Esoknya
aku tiba-tiba melihat Joko di kios pasar. Ternyata Joko selingkuh dengan adik
kelasku anak kelas 2 SD. Aku berbicara tak karuan karena aku emosi tingkat
tinggi
“he ! kamu selingkuh dasar suami
tidak setia sama istri dasar kamu itu nakal anak kecil yang nakal berani
menjahati istrinya yang cantik ini, aku yang cantik di bandingka sama tikus
kecepit kecemplung got kayak dia? oh mai gat! Suuamiku jangan berani membedakan
wanita tercantik diseluruh dunia ini dengan wanita tercanti di rumah
trenggiling itu ! aku gak mau pokoknya aku ngambek sama kamu!”
Sakit
hatinya lagi, dia hanya menjawab
“Oke”
Sehingga
sebelum aku berpaling jauh aku berkata
“yaudah aku pergi”
“oke hati-hati yaudah”
“iya yaudah aku pergi”
“sana pergi tapi aku pinjem duit
dulu yaudah”
“yaudah berapa”
“yaudah seribu”
“yaudah punyanya seribu limaratus”
“yaudah mana”
“yaudah ini”
“yaudah makasih”
“yaudah sama-sama”
“yaudah sana”
“yaudah iya”
Yaudah
iya gitu deh akhirnya aku menjanda mulai dari aku waktu SD.
Pada waktu aku SMP aku mulai
menemukan lelaki yang patut untuk menemaniku ketika aku menjanda. Dia tampan,
berkulit kuning langsat. Akan tetapi dia tidak pintar sama sekali, entah
mengapa hatiku malah memanah paa wilayahnya, ini memang cinta, tidak memandang
dan masa bodoh terhadap kekurangannya. Ketika suatu pembelajaran berlangsung
kita mendapat ulangan mendadak, waw dan super waw aku mendapat nilai sempurna.
Akan tetapi dia hanya mendapat nilai 2 dari nilai awal yang sempurna yaitu 10.
Aku berfikir “aduh jika kayak gini terus aku pasti akan kesulitan mencari
nafkah, bagaimana ini? Apa aku menyukai pak guru saja ya? Dia kan pinter.”
Tiba-tiba dia mendatangiku dan menanyakan
“hei selamat siang”
“apaan sih, siang”
“bisa bicara dengan wulan?”
“iya saya sendiri, udah ah mau apa?
Pakek basa-basi segala”
“kamu ternyata kalok marah cantik
juga ya? Kayak tiang bendera wajahmu mulus”
“ih sialan lo”
“enggak kok enggak
maaf deh, aku pingin belajar sama kamu nih boleh enggak? Pliss? Boleh ya? Kamu kan
baik”
“heh? Apa kamu bilang
? belajar, gag salah orang yang otaknya kayak otak cacing yang geliet itu
belajar?
“seharusnya kamu ndukung aku dong!”
“iya-iya boleh”
Setelah
itu aku sering menghabiskan waktu-waktuku dengan dia. dia mulai menyukaiku dengan
apaadanya aku. Akupun menjadikan semua ini sebagai hal yang sama sekali tidak
dilewati halilintar sedikitpun, sehingga akuyakin dengannya. Hingga pada saat
aku dan dia belajar bersama di tempat ramai yang ditemani oleh nyanyian knalpot
yang bising. Kami berdua hanya berdua, tanpa siapa-siapa. Dia menyatakan
cintanya denganku aku langsung menjawab “Iya aku mau”. Setelah 5 hari
hubunganku dengannya, dia menampakkan kepribadian nyata yang dimilikinya tanpa
pernah aku duga. Sejujurnya memang aku suka apa adanya akan tetapi jika seperti
ini, semua ini akan menjadikan perasaan gegana di jiwa. Kepribadian nyata yang
dimilikinya adalah :
1.
Ngupil saat pacaran
2.
Kentut sembarangan
3.
Kentut gak bau sih
nggak papa, eh ini kentut kok baunya kayak nasi basi 9 tahun
4.
Rambut di klimis pas
lagu pacaran
5.
Suka korek-korek
kuping nggak jelas (terus nggak cuci tangan lagi)
Gimana
jika posisi kalian berada pada saat yang seperti itu? Tahan enggak sama pacar?
Gila aja kalok tahan beneran. Itu berarti ceweknya juga sama-sama jorok. Akhirnya
aku sudahi semua hubungan ini.
Detik berganti detik, menit berganti
menit dan kemudian menitpun mengajak bertikar dengan jam maupun hari. Sebanyak
dan selama itulah aku melalui, melalui kepastian dan berjalan pada kegersangan.
Tanganku mengutit satu buah lembaran yang berisi tentang kalimat Kahlil Gibran
yang tertulis
“Dalam urusan cinta, kita SANGAT JARANG
menang
Tapi ketika CINTA itu TULUS,
meskipun kalah, kamu TETAP MENANG
hanya karena kamu berbahagia dapat mencintai seseorang
LEBIH dari kamu mencintai dirimu sendiri
Akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang
BUKAN karena orang itu berhenti mencintai kita,
MELAINKAN karena kita menyadari bahwa dia akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya”
Tapi ketika CINTA itu TULUS,
meskipun kalah, kamu TETAP MENANG
hanya karena kamu berbahagia dapat mencintai seseorang
LEBIH dari kamu mencintai dirimu sendiri
Akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang
BUKAN karena orang itu berhenti mencintai kita,
MELAINKAN karena kita menyadari bahwa dia akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya”
Itu
membuatku berfikir sejenak terhadap kata dia
akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya . itu benar dan selamanya akan benar. Tapi bagaimana jika? Semua orang yang pernah dekat dengan kita, semua orang yang pernah mencintai dan menyayangi kita, lama-lama akan lebih bahagia jika kita melepaskannya. Apa yang dapat diperbuat oleh tulang rusuk yang bosan? Apakah menurut untuk melepaskannya? Atau bersikeras tetap akan menempel pada tulang kuat kita. Entahlah, gagal cinta tidak akan membuatku putus asa dan kecewa. Tapi aku akan tetap menjadi Wulan, Wulan yang kuat dan tetap yakin bahwa bagaimanapun dan apapun posisi kita, kita masih tetap punya Tuhan. Setelah aku membaca sekelumit kisah dan makna cinta yang di instrinsikkan dan berjuta makna cerita. Aku melihat kedepan dan berjalan, berjalan dengan sedikit melirik ke belakang agar aku bisa mengoreksi apakah benar jika aku tetap melangkah kedepan.
apabila kita melepaskannya . itu benar dan selamanya akan benar. Tapi bagaimana jika? Semua orang yang pernah dekat dengan kita, semua orang yang pernah mencintai dan menyayangi kita, lama-lama akan lebih bahagia jika kita melepaskannya. Apa yang dapat diperbuat oleh tulang rusuk yang bosan? Apakah menurut untuk melepaskannya? Atau bersikeras tetap akan menempel pada tulang kuat kita. Entahlah, gagal cinta tidak akan membuatku putus asa dan kecewa. Tapi aku akan tetap menjadi Wulan, Wulan yang kuat dan tetap yakin bahwa bagaimanapun dan apapun posisi kita, kita masih tetap punya Tuhan. Setelah aku membaca sekelumit kisah dan makna cinta yang di instrinsikkan dan berjuta makna cerita. Aku melihat kedepan dan berjalan, berjalan dengan sedikit melirik ke belakang agar aku bisa mengoreksi apakah benar jika aku tetap melangkah kedepan.
Pagi hari dengan ditemani awan
putih, aku menatapnya dengan hati, mendengarkannya dengan jiwa dan menyentuhkan
dengan bayangan. Saat aku merasa gemetar, aku melihat kapas kosong yang
digunakan untuk membasuh warna-warni hidupku. Pada hal kelabu dan pada tingkap
hitam yang kutemukan pada rinai getir. Aku tau bahwa ketika kumelihat garit
takdir pada tanganku ini, aku pasti akan mendapat kan seseorang yang hampir
sama persis dengan garis tak sempurnaku ini. Dengan membayangkan sebuah harapan
aku dicambuk oleh rekaan adegan sandiwaraku, yaitu dikala matahari enggan
mencerahkanku. Oleh karena itu aku dituntut agar tidak menyianyiakan apa yang
ada dan apa yang aku miliki. Dan aku sadar itu sehingga akan selalu kupegang
teguh dengan janji jari jemariku. Aku mengalami metamorfosis ketiga yaitu di
kelas 8 smp dengan bermodalkan pengalaman dari metamorfosis kedua untuk menjadi
yang lebih baik, dimana aku berusaha mengalami 4 bulan masa penjajakan. Dan dia
adalah orang yang cukup baik untuk kumiliki. Aku berfikir apakah ini akan
menjadi lebih baik dari lalu atau justru nihil hasilnya. Tapi, aku berusaha
untuk berfikir jernih, hidup itu keras, hidup itu tidak mengenal hujan akan
tetapi jika memang kita berusaha dalam menangani hidup dan berani bertarung
dengan hidup, ini semua akan menjadikan kita untuk berusaha pergi ke dataran
tinggi agar hidup kita mulai lapuk. Berawal dari hal biasa yaitu susu nyot-nyot
yang ketika itu aku sangan ngidam luar biasa, kuteguk susu nyot-nyot dan dia
tertawa “haha nenek-nenek penyot-nyot” kalimat itu masih menari-nari di
tengkorakku. Semasa kemarin aku selalu bisa mendapatkan apa yang aku mau
seperti cinta dari seorang lelaki. Namun, aku takut apabila sekarang cinta itu
sangat sulit untuk kudapatkan, aku hanya tak ingin mengiba saja, karena aku
malah untuk menjadi wanita yang lupa akan gendernya sendiri. Ketika aku
mengacungkan tangan, berlari kencang aku selalu memerhatikan dia, akan tetapi
sedikitpun dia tidak pernah memperhatikanku. Aku taku jika luput menerjangku,
setelah sekian lama aku mencoba untuk berlari tetapi gagal, aku harap kaki
ketigaku ini tidak akan pernah gagal sama sekali. Langkahku gontai diterjang
rinai dengan aliran sungai yang mulai menepi santai menuju daerah pantai yang landai.
Takut salah, gelisah, sulit dan melilit. Dia membutuhkanku hanya disaat dia
mulai mengetahui sidik jariku, apa hebatku.
Saat badai berlalu aku berharap
badai itu lelah untuk mengusikku, tapi ternyata badai baru datang untuk memeluk
kesusahan untukku. Tapi ternyata badaai kejam itu membisikkan perhatiannya
padaku “kejar dia” ternyata dibalik goresannya yang kejam tersirat hati yang
tidak terajam.
Aku mulai memberikan perhatianku
pada dia, entah bertanya apa aku akan tetap menanyakannya. Tanpa letih.
“aku boleh minta tolong enggak bin?”
“apa? Biasanye gue kan yang minta
tolong ama elo”
“gantian dong”
“okedeh apaan ?”
“sebutin satu kata apa aja yang ada
di dunia ini”
“maksutnya?”
“sebutin kata terserah kamu mau kata
apa”
“pasir”
“pasir kecil yang kasar, selalu
mendampingi kita dimanapun kita berpijak akan tetapi dia hanyalah saksi bisu
semata dalam setiap langkah pijakan kita”
“waw, kamu suka puisi? Kalok roda?”
“suka banget, emmm roda ya? Roda itu
punya ruji, kitapun punya cara-cara sendiri dalam mempersatukan ruji dengan
roda, yaitu dipusatnya. Atau tujuannya jika tujuan kita salah, ruji itu tidak
akan sempurna sebaliknya jika ruji kita benar-benar baik maka ruji itu akan
benar selama kita mempergunakan roda dengan hati-hati”
Dari
situ aku mulai bisa dekat bahkan sangat dekat dengannya, aku berusaha untuk
tidak menghilangkan rasa cintaku ini, tapi aku takut jika dia bukan orang yang
tepat.
Akhirnya pertemuan singkat ada
disaat kita sama-sama ingin tahu apa dan bagaimana rasanya kita, seperti korden
yang bisa buka tutup atau seperti langit yang luas dan tidak tau mana
ujung-ujungnya. Tapi ternyata dia, dia jujur padaku bahwa ternyata dia adalah
anak pendeta dalam kata lain dia beragama nasrani yang tentu berbeda denganku**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar