Jumat, 02 Januari 2015

3 metamorfosis



3 metamorfosis

Saat aku menyadari semuanya, aku dapat menarik suatu kesimpulan minimalis, yaitu “sabar”, karena ketika kau sabar, kita tidak akan terjatuh saat salah satu penyangga retak, karena ketika kau sabar, kita tidak akan meruntuhkan tanah pada tebing diagonal posisi vertikal yang dikala sabar itu kita menyadari bahwa diatas tebing yang curam itu, ada pemandangan indah dibawahnya yang dapat kita lihat dari sana, baik dari ufuk timur, maupun ufuk barat. Saat sabar mulai berjalan, aku hanya dapat menerka apakah sabarku akan makan bambu di antartika sana? Atau sabarku akan menamcapkan kembali bunga sakura yang terjatuh di wilayah Jepang. Mungkin justru tidak keduanya, mungkin malah sabarku akan seperti batang-batang yang terlipat kedalam, karena berkhasiat bagi semut untuk menaikinya ke atas sana. Tapi yang digarisbawahi pada judul kesabaran kita adalah, apakah orang lain akan meremehkan kesabaran kita? Dalam artian akan terus menginjak-injak kita dikala kita sabar atas perlakuannya?
Malamku telah menjadi sampul belakang di kisah hari-hariku, siangku telah menjadi sampul depan di kisah hari-hariku dan itu akan tergelincir terus menerus dan tidak mengulur semua waktu yang perlu untuk diulur, tidak mencampakkan waktu yang perlu dicampakkan. Saat semua harapanku mengedepankanku seperti dadu, maka semua harapanku akan terfokus pada angka dadu yang diinginkannya, sehingga mereka akan mencampakkan yang lainnya. Semua datang tiba-tiba, ketika usiaku beranjak dewasa, ketika alisku mulai dapat kutata dan ketika bulu badanku mulai kucukur rata. Semua itu adalah dewasaku yang terlalu muluk karena sesungguhnya dewasaku hanya akan membutuhkan daun disetiap tangkainya agar dapat melindungiku tetapi dia tetap memperlihatkanku pada bentuk keaslianku, bentuk keaslianku yang apa adanya. Rumputku mulai hijau karena mereka sebelumnya belum kupertemukan dengan air, tapi sekarang sudah. Sekian lama waktuku kutunggu untuk menungguk tumbuhanku tiba di peraduanku. Dengan menyimak segala bentuk pembobotan, pembibitan, Pembebetannya. Sehingga tidak kecewa seperti dulu.
            Saat aku hanya dan masih bisa bermain handphone sony ericson tipe biru biru lama yang hanya memiliki suara orchestra. Aku bertemu dengan satu pria jantan di wetan pasar dekat rumah, yang dulu dekat kecamatan tepatnya sebelum kecamatan pindah di samping KUD, aku yakin dia jodohku, setiap aku ada diapun ada. Setiap dia membeli permen akupun dibelikannya, laksana romeo juliet junior. Sampai pada pertengahan perkenalan dia membawakanku ketika hujan deras. Dan dia membawakanku cincin 500-an yang dibelinya di warung timur rumahku. Dia mengucapkan kata unik
“maukah kamu menikah denganku? Will you meres mi? (wajar masih SD  jadi bahasa inggrisnya belum lancar)”
Aku melongo nganga, aku sempat berfikir bahwa aku yang sekolah SD kelas 6 itu sudah dewasa, sudah bisa menikah, sudah bisa bekerja meskipun hanya jadi dokter. Bagiku dulu, jadi dokter itu mudah, hanya tinggal memakai stetoskop diletakkan di dada pasien sudah bisa jadi dokter tanpa harus repot-repot. Beda jika menjadi pedangang nasi pecel, setiap pagi harus mengulek sambalnya di batu besar yang super berat, bangun subuh untuk ngedang nasinya, terus dilanjutkan untuk dijajakan ke pasar. Jadi bagiku dulu, cita-cita yang tertinggi yang paling sulit diraih itu adalah “Penjual pecel”. Aku pulang dan mengatakannya pada bapak dan emakku
            “mak, aku mau menikah!”
            “karo siapa? Anakmu mangan opo?
            “sama Joko! Aku dilamar”
Emakku malah tertawa, karena aku benci hanya ditertawakan, maka aku bilang
            “yaudahlah kalau tidak percaya. Aku pergi ke masjid untuk menikah!”
Esoknya aku tiba-tiba melihat Joko di kios pasar. Ternyata Joko selingkuh dengan adik kelasku anak kelas 2 SD. Aku berbicara tak karuan karena aku emosi tingkat tinggi
            “he ! kamu selingkuh dasar suami tidak setia sama istri dasar kamu itu nakal anak kecil yang nakal berani menjahati istrinya yang cantik ini, aku yang cantik di bandingka sama tikus kecepit kecemplung got kayak dia? oh mai gat! Suuamiku jangan berani membedakan wanita tercantik diseluruh dunia ini dengan wanita tercanti di rumah trenggiling itu ! aku gak mau pokoknya aku ngambek sama kamu!”
Sakit hatinya lagi, dia hanya menjawab
            “Oke”
Sehingga sebelum aku berpaling jauh aku berkata
            “yaudah aku pergi”
            “oke hati-hati yaudah”
            “iya yaudah aku pergi”
            “sana pergi tapi aku pinjem duit dulu yaudah”
            “yaudah berapa”
            “yaudah seribu”
            “yaudah punyanya seribu limaratus”  
            “yaudah mana”
            “yaudah ini”
            “yaudah makasih”
            “yaudah sama-sama”
            “yaudah sana”
            “yaudah iya”
Yaudah iya gitu deh akhirnya aku menjanda mulai dari aku waktu SD.
            Pada waktu aku SMP aku mulai menemukan lelaki yang patut untuk menemaniku ketika aku menjanda. Dia tampan, berkulit kuning langsat. Akan tetapi dia tidak pintar sama sekali, entah mengapa hatiku malah memanah paa wilayahnya, ini memang cinta, tidak memandang dan masa bodoh terhadap kekurangannya. Ketika suatu pembelajaran berlangsung kita mendapat ulangan mendadak, waw dan super waw aku mendapat nilai sempurna. Akan tetapi dia hanya mendapat nilai 2 dari nilai awal yang sempurna yaitu 10. Aku berfikir “aduh jika kayak gini terus aku pasti akan kesulitan mencari nafkah, bagaimana ini? Apa aku menyukai pak guru saja ya? Dia kan pinter.” Tiba-tiba dia mendatangiku dan menanyakan
            “hei selamat siang”
            “apaan sih, siang”
            “bisa bicara dengan wulan?”
            “iya saya sendiri, udah ah mau apa? Pakek basa-basi segala”
            “kamu ternyata kalok marah cantik juga ya? Kayak tiang bendera wajahmu mulus”
            “ih sialan lo”
“enggak kok enggak maaf deh, aku pingin belajar sama kamu nih boleh enggak? Pliss? Boleh ya? Kamu kan baik”
“heh? Apa kamu bilang ? belajar, gag salah orang yang otaknya kayak otak cacing yang geliet itu belajar?
            “seharusnya kamu ndukung aku dong!”
            “iya-iya boleh”
Setelah itu aku sering menghabiskan waktu-waktuku dengan dia. dia mulai menyukaiku dengan apaadanya aku. Akupun menjadikan semua ini sebagai hal yang sama sekali tidak dilewati halilintar sedikitpun, sehingga akuyakin dengannya. Hingga pada saat aku dan dia belajar bersama di tempat ramai yang ditemani oleh nyanyian knalpot yang bising. Kami berdua hanya berdua, tanpa siapa-siapa. Dia menyatakan cintanya denganku aku langsung menjawab “Iya aku mau”. Setelah 5 hari hubunganku dengannya, dia menampakkan kepribadian nyata yang dimilikinya tanpa pernah aku duga. Sejujurnya memang aku suka apa adanya akan tetapi jika seperti ini, semua ini akan menjadikan perasaan gegana di jiwa. Kepribadian nyata yang dimilikinya adalah :
1.      Ngupil saat pacaran
2.      Kentut sembarangan
3.      Kentut gak bau sih nggak papa, eh ini kentut kok baunya kayak nasi basi 9 tahun
4.      Rambut di klimis pas lagu pacaran
5.      Suka korek-korek kuping nggak jelas (terus nggak cuci tangan lagi)
Gimana jika posisi kalian berada pada saat yang seperti itu? Tahan enggak sama pacar? Gila aja kalok tahan beneran. Itu berarti ceweknya juga sama-sama jorok. Akhirnya aku sudahi semua hubungan ini.
            Detik berganti detik, menit berganti menit dan kemudian menitpun mengajak bertikar dengan jam maupun hari. Sebanyak dan selama itulah aku melalui, melalui kepastian dan berjalan pada kegersangan. Tanganku mengutit satu buah lembaran yang berisi tentang kalimat Kahlil Gibran yang tertulis
Dalam urusan cinta, kita SANGAT JARANG menang
Tapi ketika CINTA itu TULUS,
meskipun kalah, kamu TETAP MENANG
hanya karena kamu berbahagia dapat mencintai seseorang
LEBIH dari kamu mencintai dirimu sendiri
Akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang
BUKAN karena orang itu berhenti mencintai kita,
MELAINKAN karena kita menyadari bahwa dia akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya”
Itu membuatku berfikir sejenak terhadap kata dia akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya
. itu benar dan selamanya akan benar. Tapi bagaimana jika? Semua orang yang pernah dekat dengan kita, semua orang yang pernah mencintai dan menyayangi kita, lama-lama akan lebih bahagia jika kita melepaskannya. Apa yang dapat diperbuat oleh tulang rusuk yang bosan? Apakah menurut untuk melepaskannya? Atau bersikeras tetap akan menempel pada tulang kuat kita. Entahlah, gagal cinta tidak akan membuatku putus asa dan kecewa. Tapi aku akan tetap menjadi Wulan, Wulan yang kuat dan tetap yakin bahwa bagaimanapun dan apapun posisi kita, kita masih tetap punya Tuhan. Setelah aku membaca sekelumit kisah dan makna cinta yang di instrinsikkan dan berjuta makna cerita. Aku melihat kedepan dan berjalan, berjalan dengan sedikit melirik ke belakang agar aku bisa mengoreksi apakah benar jika aku tetap melangkah kedepan.
            Pagi hari dengan ditemani awan putih, aku menatapnya dengan hati, mendengarkannya dengan jiwa dan menyentuhkan dengan bayangan. Saat aku merasa gemetar, aku melihat kapas kosong yang digunakan untuk membasuh warna-warni hidupku. Pada hal kelabu dan pada tingkap hitam yang kutemukan pada rinai getir. Aku tau bahwa ketika kumelihat garit takdir pada tanganku ini, aku pasti akan mendapat kan seseorang yang hampir sama persis dengan garis tak sempurnaku ini. Dengan membayangkan sebuah harapan aku dicambuk oleh rekaan adegan sandiwaraku, yaitu dikala matahari enggan mencerahkanku. Oleh karena itu aku dituntut agar tidak menyianyiakan apa yang ada dan apa yang aku miliki. Dan aku sadar itu sehingga akan selalu kupegang teguh dengan janji jari jemariku. Aku mengalami metamorfosis ketiga yaitu di kelas 8 smp dengan bermodalkan pengalaman dari metamorfosis kedua untuk menjadi yang lebih baik, dimana aku berusaha mengalami 4 bulan masa penjajakan. Dan dia adalah orang yang cukup baik untuk kumiliki. Aku berfikir apakah ini akan menjadi lebih baik dari lalu atau justru nihil hasilnya. Tapi, aku berusaha untuk berfikir jernih, hidup itu keras, hidup itu tidak mengenal hujan akan tetapi jika memang kita berusaha dalam menangani hidup dan berani bertarung dengan hidup, ini semua akan menjadikan kita untuk berusaha pergi ke dataran tinggi agar hidup kita mulai lapuk. Berawal dari hal biasa yaitu susu nyot-nyot yang ketika itu aku sangan ngidam luar biasa, kuteguk susu nyot-nyot dan dia tertawa “haha nenek-nenek penyot-nyot” kalimat itu masih menari-nari di tengkorakku. Semasa kemarin aku selalu bisa mendapatkan apa yang aku mau seperti cinta dari seorang lelaki. Namun, aku takut apabila sekarang cinta itu sangat sulit untuk kudapatkan, aku hanya tak ingin mengiba saja, karena aku malah untuk menjadi wanita yang lupa akan gendernya sendiri. Ketika aku mengacungkan tangan, berlari kencang aku selalu memerhatikan dia, akan tetapi sedikitpun dia tidak pernah memperhatikanku. Aku taku jika luput menerjangku, setelah sekian lama aku mencoba untuk berlari tetapi gagal, aku harap kaki ketigaku ini tidak akan pernah gagal sama sekali. Langkahku gontai diterjang rinai dengan aliran sungai yang mulai menepi santai menuju daerah pantai yang landai. Takut salah, gelisah, sulit dan melilit. Dia membutuhkanku hanya disaat dia mulai mengetahui sidik jariku, apa hebatku.
            Saat badai berlalu aku berharap badai itu lelah untuk mengusikku, tapi ternyata badai baru datang untuk memeluk kesusahan untukku. Tapi ternyata badaai kejam itu membisikkan perhatiannya padaku “kejar dia” ternyata dibalik goresannya yang kejam tersirat hati yang tidak terajam.
            Aku mulai memberikan perhatianku pada dia, entah bertanya apa aku akan tetap menanyakannya. Tanpa letih.
            “aku boleh minta tolong enggak bin?”
            “apa? Biasanye gue kan yang minta tolong ama elo”
            “gantian dong”
            “okedeh apaan ?”
            “sebutin satu kata apa aja yang ada di dunia ini”
            “maksutnya?”
            “sebutin kata terserah kamu mau kata apa”
            “pasir”
“pasir kecil yang kasar, selalu mendampingi kita dimanapun kita berpijak akan tetapi dia hanyalah saksi bisu semata dalam setiap langkah pijakan kita”
            “waw, kamu suka puisi? Kalok roda?”
“suka banget, emmm roda ya? Roda itu punya ruji, kitapun punya cara-cara sendiri dalam mempersatukan ruji dengan roda, yaitu dipusatnya. Atau tujuannya jika tujuan kita salah, ruji itu tidak akan sempurna sebaliknya jika ruji kita benar-benar baik maka ruji itu akan benar selama kita mempergunakan roda dengan hati-hati”
Dari situ aku mulai bisa dekat bahkan sangat dekat dengannya, aku berusaha untuk tidak menghilangkan rasa cintaku ini, tapi aku takut jika dia bukan orang yang tepat.
            Akhirnya pertemuan singkat ada disaat kita sama-sama ingin tahu apa dan bagaimana rasanya kita, seperti korden yang bisa buka tutup atau seperti langit yang luas dan tidak tau mana ujung-ujungnya. Tapi ternyata dia, dia jujur padaku bahwa ternyata dia adalah anak pendeta dalam kata lain dia beragama nasrani yang tentu berbeda denganku**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar